Senin, 24 Oktober 2011

TAFSIR (METODE PEMBELAJARAN MENURUT AL-QUR'AN)

BAB I
PENDAHULUAN
            Segala puji bagi Allah swt. pemilik ilmu yang luas, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini pada waktunya. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepangkuan Rasulullah saw.
Islam adalah agama yang fitrah dan sempurna, menerangkan segala sesuatu yang berhubungan dengan ajaran Islam secara lengkap, termasuk dalam metode pembelajaran. Karena Metode pembelajaran dan mengajar dalam Islam tidak terlepas dari sumber pokok ajaran. Al-Qur’an sebagai tuntunan dan pedoman bagi umat telah memberikan garis-garis besar mengenai pendidikan terutama tentang metode pembelajaran dan metode mengajar. Di bawah ini dikemukakan ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan metode pembelajaran dan mengajar dalam presfektif Al-Qur’an terutama dalam Surat An-Nahl ayat 125.
Pada kesempatan ini pemakalah akan membahas surah An – Nahl ayat 125, sebagai tugas bersama kelompok III matakuliah Tafsir dengan judul: “Metode Pembelajaran Menurut Al – Qur’an”. Adapun topik pembahasannya adalah hal-hal yang berkaitan erat dengan tema yang telah diamanahkan kepada pemakalah, yaitu mengenai metode pembelajaran (ditinjau dari ilmu pendidikan, sebagai mahasiswa Tarbiyah) yang dipadukan dengan ayat Al-Qur’an ( ilmu tafsir).
Adapun yang dibahas dan dipaparkan pemakalah pada kesempatan ini yaitu: membahas makna dan hal yang berkaitan dengan metode pembelajaran yang ditinjau dari sudut ilmu pendidikan, kemudian dihubungkan dengan ayat Al – Qur’an Surah An – Nahl ayat 125, sehingga ditarik makna  bahwa pada ayat Al – Qur’an ini terdapat tiga metode pembelajaran, dan tiga metode inilah yang dibahas pemakalah secara lengakap, sehingga kita sebagai calon pendidik mengerti, faham dan  dapat membandingkan metode-metode yang dipaparkan dalam Al-Qur’an sebagai tolak ukur dalam memilih metode. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya penyusun.
BAB II
METODE PEMBELAJARAN MENURUT AL – QUR’AN
A.     DEFENISI METODE
Metode menurut bahasa yaitu cara yang telah teratur dan terpikir untuk mencapai suatu maksud.[1] Secara etimologi metode berasal dari “Metha” artinya melalui atau melewati dan “Hodos” artinya jalan atau cara[2]. Dalam kajian keislaman metode berarti juga “Thoriqoh”, yang berarti langkah-langkah strategis yang dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Dengan demikian metode mengajar dapat diartikan sebagai cara yang digunakan oleh guru dalam membelajarkan peserta didik saat berlangsungnya proses pembelajaran. Metode mengandung arti adanya urutan kerja yang terencana, sistematis dan merupakan hasil eksperimen ilmiah guna mencapai tujuan yang telah direncanakan.[3]
Metode pendidikan adalah suatu ilmu pengetahuan tentang metode yang digunakan dalam pekerjaan mendidik. Asal kata “Metode” mengandung pengertian “Suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan” metode berasal dari dua perkataan  yaitu meta dan hodos, meta berarti melalui dan hodos berarti “Jalan atau cara” bila ditambah dengan logi yang berasal dari greek (Yunani) logos bearti “akal” atau ilmu.[4]
Adapun secara terminologi, para ahli pendidikan mendefinisikan metode sebagai berikut :
1). Hasan Langgulung mendefinisikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan.
2). Abd. Al – Rahman Ghunaimah mendefinisikan bahwa metode adalah cara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan pengajaran.
3). Ahmad Tafsir mendefinisikan metode mangajar adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam mengajarkan mata pelajaran.[5]
Ada beberapa landasan dasar dalam menentukan metode yang tepat dalam mengajar diantaranya diulas oleh Abu Ahmadi, beliau mengatakan bahwa landasan untuk pemilihan metode ialah : 1). Sesuai dengan tujuan pengajaran agama. 2). Sesuai dengan jenis-jenis kegiatan. 3). Menarik perhatian murid.4). Maksud metodenya harus dipahami siswa. 5). Sesuai dengan kecakapan guru agama yang bersangkutan.
B.     SURAH AN-NAHL AYAT 125
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/
Artinya:“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Dalam tafsir Al-Maroghi dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW dianjurkan untuk meniru Nabi Ibrohim yang memiliki sifat-sifat mulia, yang telah mencapai puncak derajat ketinggian martabat dalam menyampaikan risalanya[6]. Allah berfirman:
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Seruan disini dengan macam-macam nasihat dan pengajaran yang telah Allah terangkan dalam Al-Qur’an untuk menjadi hujjah terhadap mereka, dan debatlah dengan cara yang paling baik.[7]
Pada awalnya ayat ini berkaitan dengan dakwah Rasulullah SAW. Kalimat yang digunakan adalah fiil amr “ud’u” (asal kata dari da’a-yad’u-da’watan) yang artinya mengajak, menyeru, memanggil[8].  Adapun arah ajakan dan seruan  tersebut adalah kepada jalan Tuhan yaitu agama Islam.
ﺍﺪﻉﺍﻠﻰ ﺴﺑﻳﻞ ﺮﺑﻚ : ﺴﺑﻳﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻫﻮ ﺍﻻﺴﻶﻢ[9]
Adapun cara yang disebutkan adalah dengan hikmah yaitu dengan Al-Qur’an.[10] Makna umum dari ayat ini bahwa nabi diperintahkan untuk mengajak kepada umat manusia dengan cara-cara yang telah menjadi tuntunan Al-Qur’an yaitu dengan cara Al-hikmah, Mauizhoh Hasanah, dan Mujadalah. Dengan cara ini nabi sebagai rasul telah berhasil mengajak umatnya dengan penuh kesadaran. Ketiga metode ini telah mengilhami berbagai metode penyebaran Islam maupun dalam konteks pendidikan. Proses serta metode pembelajaran dan pengajaran yang berorientasi filsafat lebah (An-Nahl) berarti membangun suatu sistem yang kuat dengan “jaring-jaring” yang menyebar ke segala penjuru. Analogi ini bisa menyeluruh ke peserta didik, guru, kepala sekolah, wali murid, komite sekolah dan instasi lain yang terkait. Sehingga menjadi komponen pendidikan yang utuh, menjadi satu sistem yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain.

C.      METODE AL-HIKMAH  ( pyJõ3Ïtø:$ )
Dalam bahasa Arab Al-hikmah artinya ilmu, keadilan, falsafah, kebijaksanaan, dan uraian yang benar. Al-hikmah berarti mengajak kepada jalan Allah dengan cara keadilan dan kebijaksanaan, selalu mempertimbangkan berbagai faktor dalam proses belajar mengajar, baik faktor subjek, obyek, sarana, media dan lingkungan pengajaran. Pertimbangan pemilihan metode dengan memperhatikan audiens atau peserta didik diperlukan kearifan agar tujuan pembelajaran tercapai dengan maksimal.
Imam Al-Qurtubi menafsirkan Al-hikmah dengan “kalimat yang lemah lembut”. Beliau menulis dalam tafsirnya :
وأمره أن يدعو إلى دين الله وشرعه بتلطف ولين دون مخاشنة وتعنيف, وهكذا ينبغي أن يوعظ المسلمون إلى يوم القيامة 21
Nabi diperintahkan untuk mengajak umat manusia kepada “dinullah” dan syariatnya dengan lemah lembut tidak dengan sikap bermusuhan. Hal ini berlaku kepada kaum muslimin seterusnya sebagai pedoman untuk berdakwah dan seluruh aspek penyampaian termasuk di dalamnya proses pembelajaran dan pengajaran.
Proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar manakala ada interaksi yang kondusif antara guru dan peserta didik. Komunikasi yang arif dan bijaksana memberikan kesan mendalam kepada para siswa, Guru yang bijaksana akan selalu memberikan peluang dan kesempatan kapada siswanya untuk berkembang.
Al-Hikmah dalam tafsir At-Tobari adalah menyampaikan sesuatu yang telah diwahyukan kepada nabi. Ath-Thobari menguraikan :
[11]بالحكمة وكتابه الذى نزله عليك الله الذى يوحيه اليك 22يقول بوحى
Hal ini hampir senada dengan Mustafa Al-Maroghi bahwa Al-Hikmah yaitu perkataan yang kuat disertai dengan dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan kesalah pahaman[12]. Demikian pula dalam tafsir Al-Jalalain Al-hikmah diartikan dengan Al-Qura’nul kariem sebagai sesuatu yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. An-Naisaburi menegaskan bahwa yang dimaksud Al-hikmah adalah tanda atau metode yang mengandung argumentasi yang kuat (Qoth’i) sehingga bermanfaat bagi keyakinan.
Pelaksanaan realisasi memerlukan seperangkat metode, metode itu memerlukan pedoman untuk bertindak merealisasikan tujuan pendidikan. Pedoman itu memang diperlukan karena pendidik tidak dapat bertindak secara alamiah seja agar tindakan pendidikan dapat dilakukan lebih efektif dan lebih efisien. Disinilah teladan merupakan salah satu pedoman bertindak.[13] Seorang guru henndaknya tidak hanya mampu memerintahkan atau memberi teori kepada siswa, tetapi lebih dari itu ia harus mampu menjadi panutan bagi siswanya, sehingga siswa dapat mengikutinya tanpa merasakan adanya unsur paksaan.[14]
Nampak dengan gamblang sebenarnya yang dimaksud dengan penyampaian wahyu dengan hikmah ini yaitu penyampaian dengan lemah lembut tetapi juga tegas dengan mengunakan alasan-dalil dan argumentasi yang kuat sehingga dengan proses ini para peserta didik memiliki keyakinan dan kemantapan dalam menerima materi pelajaran. Materi pembelajaran bermanfaat dan berharga bagi dirinya, merasa memperoleh ilmu yang berkesan dan selalu teringat sampai masa yang akan datang. Metode ini pleksibel bisa digunakan diberbagai kondisi, usia dan jenjang pendidikan. Tetapi menurut Quraish Shihab metode ini cenderung kepada orang yang memiliki pengetahuan tinggi (cendikiawan).
D.    METODE MAUIZHAH HASANAH ( وَالْمَوْعِظَةالْحَسَنَةِ )
[15] ﺬﻜﺮﻩ ﺍﻠﺯﺠﺎﺝ ﻓﻰ ﺍﻠﻤﻮﻋﻈﺔ ﺍﻠﺤﺴﻨﺔ ﻗﻮﻻﻦ : - ﻤﻮﺍﻋﻈﺔﺍﻠﻗﺮﺍﻦ - ﺍﻻﺪ ﺐ ﺍﻠﺟﻤﯿﻞ ﺍﻠﺬﻱ ﯿﻌﺮﻓﻮﻧﻪ
Mau’izhah hasanah terdiri dari dua kata “al-Mauizhah dan Hasanah”. Al-mauizhah dalam tinjauan etimologi berarti “wejangan, pengajaran, pendidikan, sedangkan hasanah berarti baik. Bila dua kata ini digabungkan bermakna pengajaran yang baik. Mau’izhah adalah uraian yang menyentuh hati yang mengantar kepada kebaikan.[16] Ibnu Katsir menafsiri Al-mauizhah hasanah sebagai pemberian peringatan kepada manusia, mencegah dan menjauhi larangan sehingga dengan proses ini mereka akan mengingat kepada Allah.
At-Thobari mengartikan mauizhah hasanah dengan “Al-ibr al-jamilah” yaitu perumpamaan yang indah bersal dari kitab Allah sebagai hujjah, argumentasi dalam proses penyampaian. Pengajaran yang baik mengandung nilai-nilai kebermanfaatan bagi kehidupan para siswa. Mauizhah hasanah sebagai prinsip dasar melekat pada setiap da’i (guru, ustadz, mubaligh) sehingga penyampaian kepada para siswa lebih berkesan. Siswa tidak merasa digurui walaupun sebenarnya sedang terjadi penstranferan nilai.
Al-Imam Jalaludin Asy-Syuyuti dan Jalaludin Mahali mengidentikan kata “Al-Mauizhah” itu dengan kalimat مواعظه أو القول الرقيق artinya perkataan yang lembut. Pengajaran yang baik berarti disampaikan melalui perkataan yang lembut diikuti dengan perilaku hasanah sehinga kalimat tersebut bermakna lemah lembut baik lagi baik. Dengan melalui prinsip mau’idzoh hasanah dapat memberikan pendidikan yang menyentuh, meresap dalam kalbu. Metode ini juga pleksibel bisa digunakan diberbagai kondisi, usia dan jenjang pendidikan. Menurut Quraish Shihab metode ini cocok kepada orang awam, sesuai dengan taraf pengetahuan mereka.
E.     METODE  MUJADALAH ( جَادِلْهُمْ )
ﻮﺠﺎﺪﻠﻬﻢﺑﺎﺍﻠﻂﺭﯾﻘﺔ ﺍﻠﺗﻰ ﻫﻰ ﺃﺤﺴﻦ ﺍﻠﻂﺭﯾﻖ [17]
Kata mujadalah berasal dari kata “jadala” yang makna awalnya percekcokan dan perdebatan. Kalimat “jadala” ini banyak terdapat dalam Al-Qur’an. Bahkan ada surat yang bernama “Al-Mujaadilah” ( perempuan-perempuan yang mengadakan gugatan). Mujadalah dalam konteks dakwah dan pendidikan diartikan dengan dialog atau diskusi sebagai kata berbantah-bantahan. Mujadalah berarti menggunakan metode diskusi ilmiyah yang baik dengan cara lemah lembut serta diiringi dengan wajah penuh persahabatan sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah SWT.
Metode penyampaian ini dicontohkan oleh Nabi Musa dan Nabi Harun ketika berdialog-diskusi dan berbantahan dengan Fir’aun. Sedangkan hasil akhirnya dikembalikan kepada Allah SWT. Sebab hanya Allahlah yang mengetahui orang tersebut mendapat petunjuk atau tidak. Metode diskusi yaitu cara penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan, menganalisa guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan masalah. Dalam kajian metode mengajar disebut metode “hiwar” (dialog). Diskusi memberikan peluang sebesar-besarnya kepada para siswa untuk mengeksplor pengetahuan yang dimilikinya kemudian dipadukan dengan pendapat siswa lain. Satu sisi mendewasakan pemikiran, menghormati pendapat orang lain, sadar bahwa ada pandapat di luar pendapatnya dan disisi lain siswa merasa dihargai sebagai individu yang memiliki potensi, kemampuan dan bakat bawaannya.
Metode mujadalah lebih menekankan kepada pemberian dalil, argumentasi dan alasan yang kuat. Para siswa berusaha untuk menggali potensi yang dimilikinya untuk mencari alasan-alasan yang mendasar dan ilmiyah dalam setiap argumen diskusinya. Para guru hanya bertindak sebagai motivator, stimulator, fasilitator atau sebagai instruktur. Sistem ini lebih cenderung ke “Student Centre” yang menekankan aspek penghargaan terhadap perbedaan individu para peserta didik (individual differencies) bukan “Teacher Centre”. Metode ini biasanya digunakan dalam diskusi-diskusi ilmiah untuk mencari kebenaran dari beberapa pendapat yang berbeda, seperti dalam dunia perkuliahan. Menurut Quraish Shihab metode ini digunakan kepada Ahl – Kitab dan penganut agama-agama lain.


BAB III
PENUTUP
Pendidikan merupakan salah satu sendi dalam beragama. Ajaran Islam bisa bertahan sampai saat ini salah satunya karena ada proses pendidikan di samping dakwah tentunya. Para da’i yang menyebar ke seluruh penjuru dunia tersebut menggunakan Al-Qur’an sebagai pedoman baik dari segi orientasi, tujuan, cara atau metode penyampaian, media dan alat bahkan materi yang terkandung dalam penyampaiannya pun diambil dari Al-Quran. Al-Quran sebagai sumber segala sumber pedoman menjadikannya inspirator yang sangat kental dalam setiap gerak pemikiran umat Islam. Dalam berbagai bidang masyarakat muslim yang relegius akan selalu merujuk kepada wahyu sebagai firman Tuhan yang disampaikan melaluinya nabi-Nya.
Metode pembelajaran dan mengajar dalam Islam tidak terlepas dari sumber pokok ajaran. Al-Qur’an sebagai tuntunan dan pedoman bagi umat telah memberikan garis-garis besar mengenai pendidikan terutama tentang metode pembelajaran dan metode mengajar. Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan metode pembelajaran dan mengajar dalam presfektif Al-Qur’an antara lain dalam Surat An-Nahl ayat 125.
Syekh Muhammad Abduh, lebih transparan dalam tafsirnya bahwa metode Al-Quran surah Al-Nahal 125, yaitu ada 3 golongan:
1)      Terhadap cendikiawan, hendaknya yang disampaikan, dengan cara pemahaman kritis, rasional dan argumentasi yang kuat.
2)      Terhadap yang awam, dengan nasehat yang baik dengan ajaran yang mudah dipahami serta mempunyai solusi.
3)      Terhadap mereka yang bukan dari keduanya, terutama kepada yang non muslim, hendaknya dengan cara yang lebih baik, sehat dan empati.
Jadi metode-metode  pembelajaran ini dapat kita aplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari, dan terutama bagi kita calon pendidik, dapat memilih metode yang paling tepat, melihat siapa dan bagaimana kadar keilmuan peserta didik (objek) yang kita hadapi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, Metodik Pengajaran (Bandung : Pustaka Setia, 1985).
Arief, Armai,  Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam : (Jakarta: Ciputat Pers 2002).
Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam: (Jakarta: Bumi Aksara 2006).
Ash - Shiddieqy, Hasbi Hasbi, Tafsir Al- Qur’anul Madjid”Annur” juz xv,(Jakarta: Bulan Bintang, 1969).
Imam Abi Al-Farj Jamaluddin Abd. Ar Rahman, Kitab Zadul Masir fi ‘Ilmuttafsir, (Bairut, Libanon: Darul Kitab Al – ‘Amaliyah, 1994).
Imam Muhammad bin Ali, Fathul Qodir, al Mujalladussalis, (Bairut, Libanon: darul Kitabil’amaliyyati,1829).
Ismail, Faisal,  Dakwah pembangunan ; Metodologi Dakwah, ( Yogyakarta : Penerbit Prop. DIY, 1992).
Ja’far Muhmaad ibn Jarir Ath-Thobarii, Tafsir Ath-Thobari ; Jami’ul BAyan Ta’wilul Qur’an, (Bairut-Libanon : Darul kutubul Ilmiuah, 1996), hlm. 663.
Jalaluddin, Imam,  Al-Mahalli dan Jalaluddin, Imam As-Sayuthi, Terjemahan Tafsir Aljalalain jilid 2, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995).
Muhammad…., Al Mushaf Al Mufassir Juz  XIV, (                 : Asy – Sya’b, 1810).
Mustofa, Ahmad,  Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, (terjemah), ( Semarang : Toha Putra, 1987,1992).
Poerwadarminta, W.J.S.,  Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet. VIII,  (Jakarta: Balai Pustaka, 1985).
Quraish, M., Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 6, (Jakarta: Lentera Hati, 2002).
Ramayulis, Pendidikan Agama Islaam ( Jakarta : Kalam Mulia, 2006).
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. (Bandung: PT Remaja Posdakarya. 1994).


[1] W.J.S. Poerwadarminta,  Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet. VIII,  (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), hlm. 649
[2] Abu Ahmadi, Metodik Pengajaran (Bandung : Pustaka Setia, 1985), hlm. 9
[3] Dr. Armai Arief, M.A. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam : (Jakarta: Ciputat Pers 2002), hlm. 87
[4] Prof. H.M. Arifin, M.Ed, Ilmu Pendidikan Islam: (Jakarta: Bumi Aksara 2006), hlm. 65
[5] Ramayulis, Pendidikan Agama Islaam ( Jakarta : Kalam Mulia, 2006),  hlm. 184-185
[6] Ahmad Mustofa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, (terjemah), ( Semarang : Toha Putra, 1987), hlm. 289
[7] Hasbi Ash - Shiddieqy, Tafsir Al- Qur’anul Madjid”Annur” juz xv,(Jakarta: Bulan Bintang, 1969), 157
[8] Faisal Ismail, Dakwah pembangunan ; Metodologi Dakwah, ( Yogyakarta : Penerbit Prop. DIY, 1992),  hlm. 199
[9]Imam Muhammad bin Ali, Fathul qodiral Mujalladussalis, (Bairut, Libanon: darul Kitabil’amaliyyati,1250 H                ),
[10] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Sayuthi, Terjemahan Tafsir Aljalalain jilid 2, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995), hlm. 733
[11] Ja’far Muhmaad ibn Jarir Ath-Thobarii, Tafsir Ath-Thobari ; Jami’ul BAyan Ta’wilul Qur’an, (Bairut-Libanon : Darul kutubul Ilmiuah, 1996), hlm. 663.
[12]Ahmad Mustofa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, (terjemah), ( Semarang : Toha Putra, 1992),  hlm. 283
[13] Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. (Bandung: PT Remaja Posdakarya. 1994), hlm. 142 - 143
[14] Dr. Armai Arief, M.A. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers 2002), hlm. 118 -119
[15] Imam Abi Al-Farj Jamaluddin Abd. Ar Rahman, Kitab Zadul Masir fi ‘Ilmuttafsir, (Bairut, Libanon: Darul Kitab Al – ‘Amaliyah, 1994), hlm. 359
[16] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 6, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 775
[17] Muhammad…., Al Mushaf Al Mufassir Juz  XIV, (                     : Asy – Sya’b, 1810), hlm. 363

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Inspirasi Kisah Alquran

Inspirasi Kisah Alquran: Nilai Pendidikan Islam dari Kisah Keluarga Nabi Adam as. dan Nabi Ibrahim as. Penulis: Dr. Mursal Aziz, M.Pd.I, H....